Dorongan Hati Mondok di Gontor

2 min read

Dorongan Hati Mondok di Gontor

AnakIslam.com – Dorongan Hati Mondok di Gontor. Dulu, saya masuk Gontor 2 bukan dari SMP, tapi dari SMA. Itupun karena hasil perenungan sendiri, tanpa ada paksaan dari orang tua. Kebetulan dulu nilai pelajaran saya yang paling menonjol adalah Agama, Bahasa Indonesia dan PPKN. Ketiga pelajaran ini di dua jenjang, SMP dan SMA nilai saya minimal 8. Bahkan guru ketiga bidang studi itu selalu mengingat nama saya. Maka tidak aneh jika saat lulus SMA tahun 2000 akhirnya nilai NEM saya mesuk tiga besar.

Tapi entah kenapa 2 bulan sebelum Ebtanas datang, saya mulai merenungkan, apa iya saya hanya akan menjalani kehidupan yang biasa saja; sekolah, kuliah, kerja. Saya ingin lebih dari itu, saya ingin kelak bisa memberikan hal yang bermanfaat bagi orang banyak, tapi tidak tahu bagaimana caranya.

Hingga suatu hari, seorang guru Agama saya di SMA, mengatakan bahwa Islam adalah adalah komprehensif,

“Komprehensif, apa itu ?” gumam saya dalam hati.

“Islam adalah agama yang mengatur semua urusan manusia. Agama yang mengatur semua bidang kehidupan.”

Saya hanya mengangguk, tapi tidak meyakini benar, apa iya agama ini bisa mengatur semua kehidupan kita. Karena yang saya tahu, hingga di bangku SMA, Islam hanya ritual sholat, dan kegiatan di setiap acara besar nasional saja. Tidak mendetail ke kehidupan sehari-hari.

Saya mulai berpikir, bagaimana caranya saya bisa mengetahui bahwa Islam adalah agama yang komprehensif ? Ternyata dari perenungan inilah saya mulai berpikirs sepertinya saya berminat untuk masuk pondok.

Meski saya tahu kebanyakan anak-anak masuk pondok biasanya antara usia SMP dan SMA. Tapi saya yakin tidak ada kata terlambat untuk sebuah niat baik. Toh jika dikilas balik, saya juga baru bisa baca Qur’an terbilang terlambat, yaitu saat usia saya 12 tahun atau kelas 6 SD. Itupun harus berganti-ganti guru.

Saya sampaikan niat saya kepada kedua orang tua, jawaban beliau berdua,

“Apa benar kamu mau mondok, le ? gak takut rugi umur ? gak nyesel belajar di jenjang SMA lagi ?”

“Gak Insaa Allah.”

Waktu Ebtanas sudah 1 bulan lagi, saya yang saat itu duduk di kelas 3 IPS belajar dengan sungguh-sungguh. Saya akan buktikan pada kedua orang tua saya, bahwa saya mampu menyelesaikan SMA ini dengan hasil memuaskan. Dan benar saat pengumuman kelulusan saya kaget, karena mendati nilai NEM saya masuk tiga besar di sekolah.

Saya tahu jika seorang siswa masuk 3 besar, maka ia berhak mendapatkan PMDK, yaitu jalur masuk Perguruan Tinggi tanpa tes. Ini menjadi kebahagiaan sekaligus sumber kebimbangan baru bagi saya, yang sebelumnya sudah berniat ingin mondok.

Saat itu awal bulan Juli tahun 2000, dengan masih ada kebimbangan di hati saya tetap datang ke Gontor 2 dengan ditemani seorang saudara. Entah kenapa saat datang ke terminal itu banyak orang menunjukkan saya ke Gontor 2, bukan Gontor 1. Jadi saat pulang saya berpikir Pondok Gontor tempat saya belajar nanti adalah Gontor 2. Maka yang ada dibenak saya adalah Gontor 2 saat itu. Bukan Gontor 1 yang menjadi pusat belajar santri dan kegiatannya sudah sangat padat.

Pulang ke rumah saya sampaikan pada Ibu bahwa saya enggan mondok di Gontor, karena Gontor santrinya tidak banyak (saat itu Capel Gontor 2 memang belum berdatangan) dan alasan lainnya. Sebagai inisiatif saya mengajukan nama sebuah pondok di Jawa Timur lainnya.

Tiga minggu berselang, saatnya saya memutuskan untuk memilih pondok. Dan seperti kebiasaan sebelumnya, saya biasanya memasrahkan pilihan saya kepada Ibu. Karena saya yakin pilihan dan naluri beliau selalu benar untuk kami, anaknya.

Maka saya tanyakan lagi,

“Bu, saya mau mondok disini ya ?” (saya menyebutkan nama pondok lainnya). Ibu hanya terdiam. Tidak menjawab iya atau tidak. Lalu saya bertanya lagi,

“Kalau saya mondok di Gontor, boleh?”

“Iya, le. Kamu mondok disana saja.”

Nah, sudah terjawab bahwa memang sejak awal Ibu saya punya feeling bahwa saya akan betah di Gontor. Maka tanpa pikir panjang, kami sekeluarga mencarter sebuah mobil dan supirnya untuk datang dan mengantarkan saya ke Gontor 2.

Itulah bagaimana Dorongan Hati Mondok di Gontor yang saya alami  saat baru lulus SMA. Selanjutnya saya akan bercerita apa saja yang saya lihat, dengar, alami dan rasakan di Gontor yang sangat mempengaruhi diri saya.

 

 

Bersambung …….